berita

PERKUAT POSISI HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL, BPHN GELAR FGD PENDOKUMENTASIAN HUKUM ADAT

PERKUAT POSISI HUKUM ADAT DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL, BPHN GELAR FGD PENDOKUMENTASIAN HUKUM ADAT

Jakarta, 29 Oktober 2024 – Indonesia sebagai negara dengan kekayaan tradisi dan adat istiadat yang beragam memiliki kekayaan hukum adat yang terus hidup di berbagai daerah. Untuk memperkuat posisi hukum adat dalam sistem hukum nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengadakan Forum Group Discussion (FGD) mengenai pendokumentasian hukum adat di Aula Mudjono, BPHN, Jakarta, pada Selasa (29/10/2024).

Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana yang diwakili oleh Kepala Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIHN) BPHN, Jonny P. Simamora, menyampaikan di hadapan 634 peserta yang hadir secara daring dan 80 peserta luring bahwa pendokumentasian hukum adat merupakan langkah strategis untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan sebagai referensi dalam pembentukan hukum nasional.

“Dokumentasi yang baik akan memungkinkan hukum adat menjadi landasan penting dalam penyusunan kebijakan hukum nasional yang lebih inklusif dan representatif,” ujar Jonny.

Sebagai langkah awal, BPHN telah membentuk Tim Kompilasi Dokumen Hukum Adat 2024. Tim ini berfokus pada pendokumentasian hukum adat di beberapa wilayah prioritas seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, dan Kalimantan Tengah. Aspek yang didokumentasikan meliputi hukum tanah, perkawinan dan perceraian, serta hak waris, yang masing-masing mencerminkan keunikan budaya setempat.

Jonny juga menambahkan bahwa pendokumentasian ini memperkuat peran JDIHN sebagai pusat dokumentasi hukum yang komprehensif. “Dengan dokumentasi ini, masyarakat dapat mengakses informasi hukum dengan lebih mudah,” katanya.

Pada FGD tersebut, Adrian Bedner dari Van Vallenhoven Institute for Law, Governance and Society, Leiden Law School, Belanda, turut memberikan pandangannya. Ia menekankan pentingnya pendekatan inklusif dan partisipatif dalam pendokumentasian hukum adat.

“Proses dokumentasi harus melibatkan dialog aktif antara tokoh adat, akademisi, dan pemerintah daerah. Ini memastikan bahwa dokumen yang dihasilkan mencerminkan aspirasi seluruh pemangku kepentingan,” ujar Adrian.

Peneliti Ahli Madya dari BRIN, Ismail Rumadan, menekankan bahwa keterlibatan masyarakat adat dalam proses pendokumentasian sangat krusial. “Kolaborasi lintas sektor akan memperkuat legitimasi hukum adat dan memastikan dokumen tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat,” ungkap Ismail.

Melalui FGD ini, BPHN berharap dapat merumuskan rekomendasi tepat terkait pendokumentasian hukum adat untuk mendukung harmonisasi antara hukum adat dan hukum nasional serta memperkuat literasi hukum adat di tengah masyarakat. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat sistem hukum Indonesia yang menghormati keberagaman budaya dan kearifan lokal.

Berita Lainnya

Card image cap

Pembentukan JDIH Bakamla merupakan upaya mendukung pembangunan dan kebijakan nasional dalam rangka mewujudkan “Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”

25 Maret 2021
Card image cap

Optimalisasi Peran JDIH dalam Mewujudkan Keterbukaan Informasi Publik di Jawa Tengah

15 November 2024
Card image cap

TERTIB PENGISIAN E-REPORT SEBAGAI KOMITMEN BERSAMA PENGELOLA JDIH DPRD PROVINSI LAMPUNG

29 November 2022